Selasa, 22 Januari 2008

Sebingkai Negeri



Cek media massa! Semuanya ngomongin masalah kenaikan harga. Dampaknya luar biasa. Bikin para ibu berteriak-teriak tak percaya. Mereka tentu saja merasa teraniaya
( weitz..dramatizir banget g siy?? Hehe)...

Mungkin kita sudah bosan, mendengar masalah kenaikan harga. Hal ini sudah terjadi sejak lama, dan sering terjadi. Akhir-akhirnya kalo dulu-dulu seingatku, begitu masalah kenaikan harga muncul di permukaan, demo besar-besaran pun terjadi...rakyat, mahasiswa, semua yang berkepentingan turun ke jalan untuk menuntut keadilan. Maklum, ni masalah perut 200 juta rakyat Indonesia. Yang bisa jadi setengah dari jumlah itu adalah orang-orang miskin.

Aku memang bukan dari keluarga yang benar-benar berkecukupan. Tapi Alhamdulillah, kami juga tidak berkekurangan. Dampak kenaikan harga juga tidak terlalu berasa di keluargaku ( hanya di ibu aja kali yaa? Hehehe....). Maklum di rumah kami hanya bertiga, aku, ayah dan ibu. Tapi melihat di layar kaca bagaimana rakyat indonesia menjadi sengasara stadium 4, ini benar-benar situasi siaga yang luar biasa. Mungkin banyak diantara kita yang tidak terlalu ambil pusing dengan masalah ini. Buktinya masih banyak diantara rakyat indonesia itu sendiri yang hilir-mudik ke mall, pusat-pusat perbelanjaan besar dengan tentengan yang banyak begitu keluar dari sana.

Kita tidak ambil pusing, mungkin karena kita jauh dari jutaan rakyat Indonesia yang lain, yang mungkin tidak seberuntung kita si ’orang-orang kaya’..Sudah sampaikah kepada anda, berita bunuh dirinya seorang pedagang tempe di Kal-Bar karena merasa kenaikan kedelai baginya tidak adil?? Pemerintah tidak adil kepada dia, yang memang sudah hidup terhimpit dan sulit.

Istighfar kepada Allah. Saya bukannya ingin membenarkan sikapnya mengambil jalan yang salah untuk bunuh diri! Tidak. Allah sangat memurkai jalan itu. Tapi yang perlu kita sikapi disini adalah : sadarkah kita bahwa bisa jadi, kita-kita jualah yang turut andil dalam peristiwa tersebut? Bisa jadi karena tampilan-tampilan dan gaya hidup kita yang membuat banyak orang di luar sana yang merasa mereka tidak diperlakukan secara adil. Kita terlalu banyak berakting palsu dengan menampilkan segala bentuk ”keberadaan” kita sebagai orang-orang yang berada dan mampu. Sedang di pojok-pojok sana orang-orang miskin dengan perut kosong sedang menghitung hari untuk menyongsong kematian mereka. Karena jangankan untuk membeli baju bagus, untuk menyuap mulut mereka dengan sesuap nasi putihpun mungkin mereka tidak mampu. Kemiskinan sudah menjadi sahabat.

Kalau sudah begini. Jujur, saya jadi malu jika memakai pakaian bagus. Malu punya sepatu baru. Malu masih bisa punya kendaraan, yang bisa saya isi bensinnya setiap saat...

Sedangkan sekali lagi, di sudut-sudut sana banyak orang miskin yang sedang menunggu ajal mereka karena tidak makan...

Penguasa jangan ditanya lagi (walo mungkin tidak semuanya). Bosan juga mendengar mereka terlalu banyak rapat ini itu, tapi uang tetap mengalir ke kocek mereka. Hasilnya bagaimana? Biasa saja menurut kacamata awam saya. Ah sudahlah....Allah tak akan lalai terhadap mereka.

Jadi kangen ma khalifah Umar bin Abdul Aziz.....

Tidak ada komentar: