Energik, cerdas dan low profile. Kesan inilah yang muncul begitu menyapa Ibu muda yang satu ini. H.Heni Zulfadhli M.pd. Namanya tidaklah asing bagi dunia pendidikan Kalimantan Barat. Selain berkecimpung langsung di dunia kependidikan, beliau aktif di berbagai bidang sosial yang sudah digelutinya sejak muda. Bunda Heni, begitulah biasa ia disapa. Dengan penuh keyakinan beliau menegaskan bahwa Wanita Indonesia bisa survive dalam menghadapi tantangan era globalisasi yang semakin rumit dan keras. Inilah bincang-bincang hangatku bersama beliau di ruang kerja gedung Zamrud Khatulistiwa, Ahad, 23 Maret 2008 yang lalu. Bertepatan dengan ESQ peduli pendidikan angkatan 07.
Keluarga adalah potret keberhasilan
Bagi bunda Heni, wanita saat ini mendapatkan porsi yang hampir sama dengan kaum prianya. Ini menunjukkan bahwa wanita Indonesia sudah cukup berkualitas dan mampu membuktikan aktualisasi dirinya dalam berperan serta di masyarakat. Menurutnya, ini akan tampak berbeda dengan potret wanita di era beberapa dekade yang lalu. Mulai dari tingkat pendidikannya, sosialisasi dengan masyarakat.
”Peran dan kiprah kaum wanita untuk memajukan keluarga dan lingkungan berbeda dengan zaman dulu” ungkapnya sambil tersenyum ramah.
Bunda Heni, yang juga adalah seorang Istri dari ketua DPRD Provinsi kalbar Zulfadhli ini, menyatakan pendapatnya bahwa sosok wanita yang ideal itu adalah yang tak hanya membangun kemaslahatan bagi dirinya sendiri. Tapi ia juga mampu me-manage keluarga. Inilah potret suksesnya seorang wanita.
”Saya selalu melihat dari sisi tersebut. Dan saya yakin dengan kiprah di luarnya ia juga bisa sukses setelah berhasil memanajemen keluarga. Jadi basic disini adalah keluraga sebagai basis awalnya membangun peradaban dan karirnya...” ungkapnya.
Bunda Heni sendiri memiliki 2 orang puteri yang sudah duduk di kelas 3 SMP (SMP 3 Pontianak) dan yang bungsu di kelas 6 SD Al-azhar Pontianak. Ia menuturkan, 2 puterinya sangat mengerti dengan kesibukan Ayah-bundanya walaupun sering meninggalkan mereka. Puteri tertua juga sudah aktif berorganisasi dimana ia dipercaya mengemban amanah menjadi Ketua OSIS SMP 3 Pontianak. Mereka juga aktif mengikuti perlombaan-perlombaan.
”Anak-anak juga memberikan imbalan pada kami orang tuanya, berupa imbal balik yang besar dengan menghadiahkan kami prestasi-prestasi yang membanggakan...”
Jadi, kendatipun memiliki kepadatan aktivitas, bunda Heni selalu bersemangat untuk menyempatkan diri hadir untuk anak-anaknya. Menemani anak-anak jalan-jalan, belajar dan juga setia menemani mereka dalam mengikuti lomba-lomba. Sungguh menyenangkan.
Ternyata ”minat” berorganisasi ini memang sengaja ditanamkan oleh bunda Heni karena beliau juga di masa muda mengisi hari-harinya dengan berbagai kegiatan positif.
Sejak SMP sudah aktif dan cinta berorganisasi. SMP dan SMA Bunda Heni dipercaya menjadi Ketua OSIS. Aktif di MENWA (Resimen Mahasiswa) ketika mahasiswa. Paling lama aktif di FKPPI (Forum Komunikasi Putera-Puteri Purnawirawan dan Putera-Puteri ABRI) dari tahun 1986-sekarang.
Bunda Heni mengakui, ia sangat bangga menjadi anak tentara dimana keluarga mengajarkan padanya arti disiplin dan tanggung jawab.
Ternyata masih seabrek aktivitas beliau. Yang lainnya adalah sempat aktif di KNPI. Dan juga di PGRI dimana beliau dipercaya pula menjadi Sekretaris PGRI Kecamatan Pontianak Selatan. ”Saat ini sudah mau Konpercab, sudah akan menyerahkan amanah..” tambahnya sambil tersenyum.
Organisasi sosial yang beliau geluti adalah sebagai Kepala pengurus SO-ina, sebuah organisasi sosial nirlaba yang membantu anak-anak tuna grahita (keterbelakangan mental). Tujuan organisasi ini adalah untuk membangkitkan kepercayaan diri anak-anak tuna grahita melalui olahraga.
”Bahkan mereka juga berhasil meraih prestasi hingga di Brunei Darussalam...” kata Bunda Heni dengan mata berbinar-binar.
Saat ini Bunda Heni juga memegang amanah sebagai Ketua Yayasan bangkit Indonesia Emas yang di pimpin oleh pusatnya di Jakarta, langsung oleh Bapak Ari Ginanjar Agustian.
Ikhlas, dan tingkatkan semangat juang!
Saat bercerita tentang keluarga, khususnya anak-anak, bunda Heni tampak menitikkan air mata sebagai rasa sayang dan haru atas karunia yang Allah berikan kepadanya.
Ia berpesan, ”kerjakan segalanya dengan ikhlas! Belajar, bekerja, semuanya. Seluruh aktivitas, ”Lillahi ta’ala”. Itulah kunci saya, ujarnya optimis. Memang terkesan simple. Tapi keikhlasan adalah sebuah energi yang sesungguhnya mampu menggelorakan semangat juang, dan menfilter rasa lelah dalam mengahadapi aktivitas.
Selain itu, bunda Heni juga berharap tiap wanita mampu memperkaya dirinya. Selalu memotivasi sekitar! Beliau bertutur,
”Saya sering melihat anak-anak didik saya di waktu pagi hari sudah tampak loyo, lemes-lemes. Akhirnya saya ajak saja mereka sebelum memulai aktivitas belajar untuk lari-lari turun naik tangga di 3 lantai sebanyak 3 kali” ujarnya dengan penuh tawa. ”Sebagai latihan fisik, agar mereka jadi semangat! Dan tentunya saya juga turut ikut turun-naik tangga bareng-bareng mereka...” lanjutnya gembira.
Pandangan bunda Heni, anak-anak sekarang karena segalanya serba instant terkesan kurang ”fight” dalam menjalani hidup. ”Saya prihatin juga melihat fenomena ini” ujarnya. Ia mulai bercerita lagi,
”Pernah suatu waktu saya menghubungi anak bungsu saya karena pensilnya ketinggalan. Waktu saya tanya..’Dek.....ketinggalan pensil nih..’ eh si Adek malah jawab ’Kan udah ada di koperasi..” tuturnya, tampak gemas dengan gaya anak bungsunya yang juga terkena imbas dari dunia sekarang yang serba instant.
Jadi, peran wanita kedepannya dalam menjadi ibu rumah tangga tentunya harus memiliki daya tahan dan daya juang yang lebih ekstra! Harus lebih fight! Karena dipastikan kedepannya, kehidupan kaum wanita akan jauh lebih berat dari pada saat ini.
Kerja keras di masa muda, bersakit-sakit dahulu inilah yang Insya Allah akan menjamin hasil kesuksesan di masa depan.
”Karena saya dan Bapak (Zulfadhli-red) juga memulai semua ini dari bawah. Tapi kami terus survive, hanya mengharapkan imbalan dari Allah SWT, ikhlas menjalaninya. Akhirnya orang-orang sekelilinglah yang menilai dan menaruh kepercayaan atas ikhtiar-ikhtiar yang kami lakukan.”
Ia bangga dengan generasi muda yang aktivis (aktif). Beda antara yang hanya sekedar belajar secara akademis, dengan mereka-mereka yang menyeimbangakan akademik dengan organisasi.
”Jadi pintar, juga harus dibarengi dengan kepribadian” ujarnya ramah.