Jumat, 20 Maret 2009

C E R A I


(Pena yang kupinjam dari sebuah Goresan Abdurrahman Faiz, sastrawan cilik).











Aku sedih. Makin lama makin banyak persoalan yang menimpa beberapa temanku.
Bukan persoalan anak-anak, tapi persoalan orang tua tuh.

Aku bilang,
”Bicaralah pada orangtuamu agar mereka tak jadi berpisah.”

Tapi temanku itu malah menitikkan air mata.

”Peluk saja mereka kuat-kuat bersamaan, agar tak pergi meninggalkanmu!”

Tangis temanku yang lain makin kencang.

”Tak adakah orang yang bisa menengahi selain kalian? Om Tante atau Opa Oma?”

Isakan itu makin tersendat-sendat.


Ah, akhirnya....

Orang tua mereka memang berpisah.

Maka kutulis puisi ini untuk temanku F dan temanku yang lain, Kak B, yang ayah dan ibunya baru saja bercerai. Semoga kalian tegar, ya!
Oya ni puisiku yang paling dewasa deh. Maaf bukan mau ikut campur...Tapi haruskah begitu?


Dari Seorang Anak,
Bagi Ayah Ibu yang Akan Bercerai

Ayah, Ibu
Tolong, jangan cerai
Sebab bercerai selalu membuat kita runtuh
Tak bisakah semua dibicarakan baik-baik
Dengan kepala sedingin batu es
Dan hati yang embun?

Tolong,
Jangan bertengkar dihadapan kami
Apalagi saling melempar perabotan
Jangan menebar caci dan fitnah
Apalagi sampai ke koran, majalah dan televisi
Dan jangan jadikan rumah kita
Bagai zona perang

Mengapa kalian saling menyakiti
dan mengabaikan kami?

Kami bukan lemari
Yang kalian pajang di rumah
Bisa di gotong kesana kemari
Kami punya kebeningan hati
Pendapat yang bisa dipertimbangkan
Kamilah penggenggam erat semua cinta
Yang kalian lempar sampai begitu jauh

Jangan bercerai,
Kecuali hanya bila salah satu pergi menghadapNya
Jangan bercerai,
Kecuali hanya bila ada yang mengingkari Illahi
Jangan bercerai, ayah dan Ibu
Sebab itu berarti meruntuhkan dunia indah
Yang kita bangun sejak dulu
Dari senyuman dan kenangan
Yang kita kumpulkan setiap waktu

Ayah Ibu,
Bila kalian tetap bercerai
Mungkin kami tak lagi kanak-kanak
Diri kami akan menyusut dan mengerut
Menjelma gumpalan duka dan air mata,
Lalu mungkin akan kami asah
Duri duri hati menjadi taring

Pada suatu masa
Kalianpun akan tergugu
Menemukan kami yang berhati bolong
Di sepanjang lorong
Menuju rumah entah siapa

(Abdurrahman Faiz, 2006)

(Sumber : Buku Catatan pernikahan Helvy Tiana Rossa)


Tidak ada komentar: