"Ku merindukan sebuah Concerto Angkasa Raya...dengan ribuan Malaikat bertasbih memuja nama-Nya. Inilah gaung Selebritis Syurga. Allah sebagai pusat orbitnya...."
Kamis, 21 Oktober 2010
Dera waktu. Dera nyawa
kemudian ia melaju kencang..
Gelap!
Sepotong tulang ini semakin memutih..
Bola mata mengembun..
Nanar merintih,
mengingat uban menjadi petaka sbg simbol senjanya diri. . .
Andai kereta mentari bisa ditarik ulur, wahai pencipta..
Izinkan kami merangkak dalam harap. . .
Kembalilah sayap waktu, jangan terkepak menjauh dan mematikan hasrat ...
Kini siapa yang bodoh?
Siapa yang lalai?
Siapa yg merugi?
Siapa yang dibunuh zaman?
Kasihannya engkau wahai diri..
Pundi-pundi waktu tak layak berceceran disini..
Ia selamat ditangan si bijak berilmu...
Ia hidup di hati manusia-manusia pedzikir..
Yang membariskan waktu dalam hitungan..
Saat sejuta didera waktu, didera nyawa.. Kuharap aku bisa menjadi salah satu.. Dari si bijak berilmu itu
"Seonggok" ibu tua tergeletak di atas pick up
Untuk seharusnya,aku nyaris bosan dengan bingar yang tertebar. Sebagaimana bosannya debu jalanan yang menempel di aspal jl.Hasanuddin Pontianak ; mereka menempel , entah di jalan, ban2 kendaraan, ataukah kadang terbang ditiup angin. Tak ada yg begitu peduli, selain sang pengatur jagad raya beserta bala tentaranya.
Tapi ternyata engganku terhadap cuaca panas dan suasana sesak, musnah lebur. Sesaat, ketika terhitung 1 scene dalam timing sekitar 20 detik, melintas lewat. Menyapu ekor mataku.. Apa yang terlihat??
Jelas menyala, di mobil bak terbuka tanpa payung, tenda atau apapun -untuk menghalau terik matahari khatulistiwa-, , 4 sosok manusia terlihat disana. 2 anak kecil yang merapat bersandar degan wajah pias. Dan tak kalah pias, seorang bapak,tampak memangku kepala seorang ibu tua yg tampak tengah sakratul maut..disana!! Di mobil pick up tak ber-peneduh itu. Mulut ibu itu menganga, bernafas sepetak-sepetak. Seolah ingin segera mati saja. Sementara bapak yg kuperkirakan sebagai anaknya, terus memegangi kepala ibu tua tsb, dan mendekap tubuhnya dgn galau yg nyata. Otak ku berputar. Mataku bergantian melihat 4 sosok diatas pick up itu.
"mau di bwa ke Rumah Sakit mana?? Sakit apa?? Bpk bwa uang,tidak?? RS mana yg meng-gratiskan pengobatan buat org miskin??". Hatiku hancur. Semoga tadi hanyalah pertanyaan2 bodoh orang yg apatis saja. Semoga!
Tak dpt kubayangkan..mungkin saja sebelum ini, keluarga mereka begitu kesulitan mendapatkan tumpangan untuk membawa sang nenek ke Rumah Sakit. Mungkin keluarga ini harus mengiba, atau merogoh sedikit rupiah yg ia punya?? Akh. Smg tidak!!
Dipenghujung malam ini, aku ingin mengucpkan. Dimanapun bapak dan nenek itu berada sekarang. Semoga Allah yang Maha Pemurah. Melapangkan urusan kalian sekeluarga. Dilimpahi rezeki yg tak terduga, dan kesehatan untuk semuanya...cepat sembuh, nek ... :,-)
*O1.29 pagi. 8 september 2010-mimi chatz-
Rabu, 20 Oktober 2010
Siapa sih yang tak butuh Tuhan?
::Kita adalah salah satu dari spesies yg berdiam di nenek moyang yg kita sebut bumi.. Selama kita masih menjunjung tinggi nilai-nilai moral, memiliki keyakinan (mgkn mksudnya agama),maka kita mampu untuk terus bertahan hidup::
kira-kira begitulah pesan yang muncul di layar,dari sebuah film yg ditayangkan di Global Tv waktu sahur tadi (karena telat nontonnya,aku ngga tau judulnya).
Secara garis besar, film tsb menceritakan tentang kekacauan dan kegemparan Rakyat Amerika akan gempa (aku g tw crita awalnya, soalnya ntn di pertengahan). Presiden dan segenap jajaran2 orang2 tercerdas pemerintahan mengerahkan kekuatan terbaiknya untuk menyelamatkan Rakyatnya.
Kucermati. Pesan moral yg membekas bagiku dari film tsb ckup banyak. Adegan Dr.Nolan, yg mengorbankan dirinya demi meledakkan sebuah misil, cukup menyentuh. Misil yg seharusnya berada sekian meter di bawah permukaan tanah, dikisahkan gagal krna s4 tjd gempa sebelum ia benar2 berada di permukaan bumi yg tepat. Akibatnya, akan menggagalkan proses penyelamatan rakyat. Dr.Nolan, mengambil inisiatif untuk meledakkan misil secara manual krna kabel yg terputus. Yg menarik bagiku, pada saat ia sudah mengorbankan dirinya di curam kematian demi rakyatnya. Malang, sebuah gempa susulan membuatnya terjebak,ditindih oleh misil shnga ia gagal menekan tombol peledak. Aku berpikir. Luar biasa. Gagal menjalankan misi, padahal sudah berkorban nyawa sendiri? Kalau gagal, berarti sia-sia usahanya? Toh mati juga.. Nah. Betapa besar peran keikhlasan disini. Bayangkan, kau dalam beberapa menit akan mati, padahal tadinya berniat menyelamatkan banyak orang; Engkau mati dlm kegagalan. Hah! Masya Allah. Ikhlas. Bkn krna ingin dipuji. Tp karenaNya saja. Bukankah Allah melihat niat dan proses?bukan hasil?
Adegan lain yg bagus sekali pd film tadi adalah, scene pada saat California di hantam gempa 10 S.R. Air dengan gelombang besar mengejar manusia-manusia yg tadinya dievakuasi.ALLAHU AKBAR. Teringat gambaran Al-quran tentang kiamat,dimana bahkan bayi yg tengah menyusu ke ibunya,sampai terlepas! Entah tentu kiamat nanti akan jauh lbh dahsyat kegoncangannya. Nah. Pada adegan ini, beberapa tokoh yg tadinya pernah mengumpat peristiwa dgn mengatakan "shit" atau sial, tatkala maut di hadapan nya, terlontarlah di mulut mereka, "oh my God", Ya Tuhan. Bahkan mr.President yg awalnya tegas, tegar dalam mengomandoi staf-staf gdung putihnya, saat menyaksikan sbgn Rakyatnya lenyap dr permukaan bumi, terpekur lemah,pasrah seraya berucap, "GOD, help us. . .". TUHAN, tolong kami. . .
Lantas? Ah. Terpekur hati ini. Masih banyak diantara kita yang terang2an menentang alam dan penciptaNya. Padahal, dalam waktu 1 detik, Allah bisa menghancurkan kita dan alam raya.. :Sejenak diri saya bergidik:
siapa yg tak butuh Tuhan? Saya ulang lg, siapa yg selama ini bertingkah seakan tak butuh TUHAN? YA Allah, mg bukan saya. Banyak diantara kita yang trkdg dgn ringan nya, memperolok-olok Syurga, Neraka, bencana, azab, agama. Na'udzubilLah. Padahal siapa kita? Kita tidak se super power fir'aun dan Namrud, atau se kaya Qarun. Bhkan mereka hidup di era Nabi2 yg nyata kesholehannya. Bygkan,teman! Untuk Mereka saja, mudah bg Allah untk mengazabnya! Apatah lg KITA? Smoga kita tergolong hamba-hamba yg waspada. Waspada thd dosa dan khilaf. Sebuah teguran untuk saya pribadi. Di penghujung Ramadhan. 27 Ramadhan 1431 H. Maaf lahir batin . . . (mimi chatz)
Senin, 09 Agustus 2010
Fakta-fakta unik Doremon dkk
Kok kuning? Well keep reading ..
1. Berat: 129.3 kg (285 lbs), tinggi 129.3 cm (4'3"). Max. Running Speed 129.3 km/h (80.3 mph) ketika ketakutan dan mampu melompat setinggi 129.3 cm (4.242 ft) ketika merasa terancam. Maximum Output: 129.3 Hp
2. Warna asli: Kuning. Namun ketika seekor tikus memakan kupingnya, Doraemon menjadi sangat terpukul dan minum sebuah ramuan yang menyebabkan warnanya berubah biru (Biru=warna kesedihan/muram)
3. Hal itu juga yang menyebabkan Doraemon sangat takut tikus
4. Termasuk produk gagal, karena kumisnya yang seharusnya berfungsi sebagai radar tidak berfungsi. Karena itu pula prestasinya jelek di sekolah robot dan ketika lulus g ada yang pengen membelinya. Namun, Sewashi, cicit Nobita akhirnya membelinya dan mengirimkannya ke masa Nobita.
5. Cara mematikan Doraemon: Tarik buntutnya (yang ada bolanya merah itu lo)
6. Dinobatkan menjadi "Heroes of Asia" di majalah Time Asia, September 2002. Mengungguli Hidetoshi Nakata, Iwan Fals, Aung Suu Kyi bahkan Jackie Chan
7.Ternyata sebelumnya ia punya pacar loh, namanya Noramyako. Tapi diputusin karena Doraemon terlalu pendek . Nih si doi
Nobita adalah anak yang bodoh, ceroboh, tidak bisa olahraga, penakut, pemalas, dst (lanjutkan sendiri gan), namun...
1. Memiliki bakat yang sangat hebat, seperti jago menembak (bukan cewek, menembak sungguhan) yang sangat akurat. Pintar membuat bentuk dari karet. Dan, memiliki rekor dapat tertidur dalam waktu kurang dari 1 detik ga guna banged bakatnya...
2. Ternyata ia mewarisi bakat bodoh dalam pelajarannya dari ayahnya, dan bakat ceroboh dan tidak bisa olahraga dari ibunya. Apes banged bakat jeleknya nurun semua
3. Kalau Doraemon tidak datang, dia akan menjadi istrinya adiknya Jaian.
4. Sekarang ia memang sering diganggu oleh Giant dan Suneo, namun di masa depan, anaknya Nobita-lah yang justru mengganggu anaknya Giant dan Suneo
Gadis cantik, periang dan juga pintar.
1. Mandi beberapa kali (lebih dari 3 kali) sehari! Saking sukanya mandi, kalau disuruh memilih makan atau mandi, pasti milih mandi.
2. Sering terlihat les piano. Namun sebenarnya ia tidak suka main piano. Ia lebih suka main biola. Tapi hasil suara permainan biolanya tidak kalah jelek dari suara nyanyian Jaian
3. Makanan favorit: 3rd Cheese Cake 2nd Sushi 1st Ubi Bakar?
4. Menikah dengan Nobita karena kedatangan Doraemon. Nobita=lucky bastard
Kalo Jaian Dewasa=
Mama Papa Jaian buat yang jarang lihat mereka:
1. Nama asli: Takeshi Gouda. Dipanggil Jaian karena badanya yang besar.
2. Adiknya bernama Jaiko. Adalah plesetan dari julukan kakaknya, Jaian. "ko" dari bahasa jepang artinya kecil. Maksudnya Jaiko=Jai yang masih kecil
3. Tidak ada yang ditakuti di dunia ini, kecuali Ibunya
4. Siksaan terparah Jaian kepada temannya: memaksa temannya mendengarkan konsernya yang 3 jam non stop
Bapaknya Suneo:
1. Ternyata sangat Narsis: Sering berlama-lama di depan cermin sambil mengagumi ketampanannya
2. Ternyata ngompolan: Masih pake popok kalau tidur, padahal dah kelas 4
3. Ternyata sangat tersinggung kalau diejek: si pendek
4. Ternyata berbakat dalam hal designing (baju terutama)
eh salah ding
1. Bersaudara dengan doraemon karena ternyata mereka dalam pembuatannya memakai oli dari kaleng yang sama. (bukan pertalian darah tapi pertalian oli )
2. Kalau kakaknya takut pada tikus, dorami takut pada kecoa
3. Kalau kakaknya suka dorayaki, dorami suka melonbread
4. Jauh jauh JAUH lebih kuat dari Doraemon. Maximum Output: kurang lebih 10.000 Hp, bandingkan doraemon yang ga sampe 130 Hp
masa kecilnya:
Namanya Tamako Nobi, nama gadis Tamako Kataoka
1. Saat kecil sangat ceroboh, mirip dengan Nobita. Namun ketika dewasa ia menjadi ibu yang baik.
2. Kalau musim panas melarang Nobita maen keluar rumah, tapi kalo musim salju malah menyuruh anaknya main di luar. Gimana sih
3. Sangat tidak suka binatang.
Nama asli: Nobisuke Nobi
1. Sangat mirip dengan Nobita pada saat kecil, tapi pada saat dewasa wajahnya jadi mirip Pak SBY kok?
2. Perokok dan pemabuk berat...
3. Berkali-kali gagal tes mengemudi sampai akhirnya Doraemon meminjamkan alat simulasi menyetir
4. Ayahnya (kakek Nobita) sangat galak kepadanya. Karena itulah Nobisuke selalu mencoba menghibur Nobita setelah dimarahi ibunya karena merasa perasaan Nobita mirip dengan yang dirasakannya saat kecil
artikel ini Mimi copast dari :
Sabtu, 24 Juli 2010
Renungan: Bisakah "rahasia" ini kita terapkan untuk memajukan Indonesia dan anak-anak kita? Tentu saja!
edisi Jumat 16 Juli 2010, saat mengatakan belajar di Amerika itu jauh
lebih mudah drpd di Indonesia.
Dan ternyata tulisan berikut ini versi lengkapnya dari pernyataan Pak Prof Rhenald, saat berkaca dari pengalaman anaknya. Semoga bermanfaat bagi kita semua, para pendidik peradaban. Untuk teman, saudara, lingkungan maupun anak2 kita semua.
LIMA belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat. * Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat,bagus sekali. Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa. Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tulisan itu buruk, logikanya sangat sederhana. *
Saya memintanya memperbaiki kembali,sampai dia menyerah. Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberi nilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri. Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerima saya hanya bertanya singkat. "Maaf Bapak dari mana?" "Dari Indonesia," jawab saya. Dia pun tersenyum.* *Budaya Menghukum *
Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya.Itulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat.
"Saya mengerti," jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu. "Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anakanaknya dididik di sini,"lanjutnya. "Di negeri Anda, guru sangat sulit memberi nilai.Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju. Encouragement! " Dia pun melanjutkan argumentasinya.
"Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda-beda. Namun, untuk anak sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat," ujarnya menunjuk karangan berbahasa Inggris yang dibuat anak saya. Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain menurut ukuran kita.
Saya teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan study saya yang bergelimang nilai "A", dari program master hingga doktor. Sementara di Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai ancaman drop out dan para penguji yang siap menerkam. Saat ujian program doktor saya pun dapat melewatinya dengan mudah.
Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar siap. Namun suasana ujian dibuat sangat bersahabat. Seorang penguji bertanya dan penguji yang lain tidak ikut menekan, melainkan ikut membantu memberikan jalan begitu mereka tahu jawabannya. Mereka menunjukkan grafik-grafik yang saya buat dan menerangkan seterang-terangnya sehingga kami makin mengerti.
Ujian penuh puja-puji, menanyakan ihwal masa depan dan mendiskusikan kekurangan penuh keterbukaan. Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah ikut "menelan" mahasiswanya yang duduk di bangku ujian. *
Etika seseorang penguji atau promotor membela atau meluruskan pertanyaan, penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita tidak sedap, seakan-akan kebaikan itu ada udang di balik batunya. Saya sempat mengalami frustrasi yang luar biasa menyaksikan bagaimana para dosen menguji, yang maaf, menurut hemat saya sangat tidak manusiawi. Mereka bukan melakukan encouragement, melainkan discouragement. Hasilnya pun bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-hebat betul. Orang yang tertekan ternyata belakangan saya temukan juga menguji dengan cara menekan.
Ada semacam balas dendam dan kecurigaan. Saya ingat betul bagaimana guru-guru di Amerika memajukan anak didiknya. Saya berpikir pantaslah anak-anak di sana mampu menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat, bahkan penerima Hadiah Nobel.
Bukan karena mereka punya guru yang pintar secara akademis, melainkan karakternya sangat kuat: karakter yang membangun, bukan merusak. Kembali ke pengalaman anak saya di atas, ibu guru mengingatkan saya. "Janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di depan," ujarnya dengan penuh kesungguhan.
Saya juga teringat dengan rapor anak-anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk verbal. Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun rapornya tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang mendorongnya untuk bekerja lebih keras, seperti berikut. "Sarah telah memulainya dengan berat, dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun Sarah telah menunjukkan kemajuan yang berarti." Malam itu saya mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan mengecup keningnya. Saya ingin memeluknya di tengah-tengah rasa salah telah memberi penilaian yang tidak objektif. Dia pernah protes saat menerima nilai E yang berarti excellent (sempurna),tetapi saya mengatakan "gurunya salah". Kini saya melihatnya dengan kacamata yang berbeda.
*Melahirkan Kehebatan *
Bisakah kita mencetak orang orang hebat dengan cara menciptakan hambatan dan rasa takut? Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk oleh sejuta ancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur, dan penghapus yang dilontarkan dengan keras oleh guru,sundutan rokok, dan seterusnya. Kita dibesarkan dengan seribu satu kata-kata ancaman: Awas...; Kalau,...; Nanti,...; dan tentu saja tulisan berwarna merah menyala di atas kertas ujian dan rapor di sekolah. Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin telah membuat kita menjadi lebih disiplin. Namun di lain pihak dia juga bisa mematikan inisiatif dan mengendurkan semangat. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atau sebaliknya,dapat tumbuh.
Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau dukungan (dorongan) yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian kecerdasan manusia dapat tumbuh, sebaliknya dapat menurun. Seperti yang sering saya katakan, ada orang pintar dan ada orang yang kurang pintar atau bodoh.*
Tetapi juga ada orang yang tambah pintar dan ada orang yang tambah bodoh.
Mari kita renungkan dan mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan ancaman atau ketakutan. Bantulah orang lain untuk maju, bukan dengan menghina atau memberi ancaman yang menakut-nakuti. (*) *
*RHENALD KASALI *
*Ketua Program MM UI*
*mimi copast dari note : http://www.facebook.com/no
Kamis, 20 Mei 2010
Mengapa di foto Einstein menjulurkan lidah?
Foto yang lengkap (aslinya) adalah Einstein sedang duduk di kursi belakang mobil bersama Dr Fank Aydelotte dan istrinya.
Mengapa Einstein menjulurkan lidah? Yah, inilah pertanyaan banyak orang mengenai foto tersebut. Sebagian orang menganggap bahwa agar genius, maka kita harus mengeluarkan lidah dengan rambut yang acak-acakan. Hm…hanya mitos..
Sebenarnya pada saat itu, Albert Einstein dan Aydelotte baru saja pulang dari acara penghargaan Einstein. Meskipun Einstein sudah duduk di kursi mobil, masih saja reporter dan fotografer mengejar dia. Para wartawan berusaha menahan Einstein, dan Einstein berteriak : “Ini cukup. Ini cukup!”.
Namun dasar wartawan, tetap saja mengajukan pertanyaan dan para fotografer terus mengambil gambarnya bersama kerabatnya. Ketika wartawan meminta kesediaan Einstein untuk mengabadikan foto ulang tahunnya, akhirnya iapun menjadi letih dan kesal, lalu ia menjulurkan lidahnya, dengan nada mengejek. Pada saat itu, Arthur Sasse sempat mengabadikan foto Einstein tersebut.
Meskipun demikian, Einstein sangat menyukai foto itu. Ia memotong foto tersebut, sehingga hanya tampak dia sendiri (tanpa memunculkan Aydelotte dan istrinya). Einsteinpun memperbanyak foto tersebut dan mengirim ke teman-temannya.
bagi yang berkenan mohon kirim dan rate
tapi jangan yaa
ane udah search, kayaknya ga
sumber : http://nusantaranews.wordpress.com/2...enjulur-lidah/
UPDATE!
setelah ane nyari2 di google, akhirnya ketemu nih foto aslinya
yang botak sebelah kanan itu yang namanya Aydelotte
Rabu, 12 Mei 2010
Perbedaan Cinta Antara Pria dan Wanita
Cerita ini dibuat oleh seorang pria : Adik wanita saya jatuh cinta pada seorang pria. Sayangnya pria ini mencintai wanita lain, dan tidak berminat pada adik wanita saya, padahal adik saya cukup cantik, pandai dan baik. Adik saya berusaha menarik pria (A) tersebut dengan memberi perhatian, terkadang memasak untuk dia, dan lainnya. Tapi pria ini tetap tidak bergeming.
Pada saat yang bersamaan, ada pria mencintainya. Adik saya tidak tertarik dengan pria ini (B). B tidak peduli, dia tetap memberikan perhatian, mau mendengarkan, memberikan hadiah-hadiah seperti bunga, coklat, dll. Sebetulnya ada wanita lain yang mengejar pria B, tapi sayangnya si pria B tidak bergeming. Matanya hanya melihat adik saya. Karena itulah, akhirnya adik saya memutuskan untuk menikah dengan pria B.
Setelah pernikahan, mereka dikarunia beberapa anak, dan adik saya makin lama makin bahagia. Suaminya selalu menempatkan dia pada urutan nomor satu, memberikan hadiah-hadiah dan kejuta-kejutan manis, memasak untuk dia, selalu ada sebagai tempat curahan, memberikan kebutuhan adik saya lahir dan batin. Tentunya sebagai wanita, adik saya menjadi jatuh cinta dan semakin cinta dengan pria tersebut.
Cerita kedua adalah teman wanita saya. Dia mencintai seorang pria (C). Pria C ini sangat ganteng. Banyak menarik perhatian wanita, termasuk teman wanita saya. Dia mengejar pria ini tanpa mengenal lelah, memberikan perhatian, berkunjung ke rumah pria tersebut, bergaul dengan teman-temannya. Tapi pria C tidak mencintai teman wanita saya, dia mencintai wanita lain.
Karena satu dan lain hal, akhirnya teman wanita saya berhasil menikah dengan pria C, walaupun pria ini tidak mencintai dia. Dia memiliki pria ini sekarang. Setelah pernikahan, wanita ini bertambah kurus, mukanya tidak berseri, dan selalu terlihat tertekan. Dalam pernikahannya, pria C tidak pernah memberikan perhatian, terkadang pulang malam, dan mempunyai wanita lain dalam pernikahan.
Kehidupan pernikahannya tidak bahagia. Dia mencoba dengan menambahkan anak, tetap pria C ini tidak peduli setelah mereka mempunyai lebih banyak anak. Hati dan pikiran pria ini selalu pada wanita lain, wanita yang dicintainya.
Kesimpulan yang saya dapat dari cerita ini adalah Pria adalah mahkluk yang berinisiatif dalam percintaan, pria suka mengejar, dan mendapatkan.
Sedangkan wanita adalah mahkluk yang bisa belajar untuk jatuh cinta atau bisa jatuh cinta kemudian apabila diperlakukan dengan baik dan penuh cinta.
Jadi dalam pernikahan idealnya memang kedua pihak saling mencintai.
Tapi jika tidak, alangkah baiknya jika pria yang mencintai terlebih dahulu, karena cinta seorang pria tidak bisa dibangun. Dan jika pria mencintai seorang wanita, percayalah memang dia akan menempatkan wanita tersebut seperti ratunya, berusaha memberikan yang terbaik dan selalu berusaha membahagiakan wanita tersebut.
Sebagai wanita, ingatlah untuk memilih pria yang mencintai kita. Tentunya setidak menariknya seorang wanita, pasti setidaknya da seorang pria pernah menyatakan suka pada wanita tersebut.
(nemu di kaskus : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=3584433)
Minggu, 02 Mei 2010
Proklamasi Kemerdekaan Diri
Bismillahirrahmaanirrahim
Saya, Harmi Cahyani
dengan ini menyatakan kemerdekaan diri dengan sebenar-benarnya
Hal-hal mengenai kemalasan, ketidakpercayaan diri, dan kelemahan
akan dihapusan dalam tempoe yang sesingkat-singkatnya
Atas nama pimpinan Al-Muezza Islamic Boarding School
Prof.Dr.Hj.Harmi Cahyani,S.pd.ing, M.TESOL
Kisah nyata Pak Kamto dan Kucing
Pak Kamto adalah seorang pengelana, usianya kira - kira 40 tahun saat itu perawakannya kekar dan selalu berpakaian rapi. Saya mengenal Pak Kamto secara tak sengaja, sore itu seperti biasa saya mampir kewarung kopi langganan saya usai jam kerja.
” Kopinya Mbakyu, biasa” pinta saya sambil mencari posisi duduk yang nyaman, saya memperhatikan keadaan sekeliling, Ada dua pengunjung lain yang juga lagi minum kopi. Semilir angin sore itu menambah nikmatnya “coffee time” istilah yang sering kami pakai ditempat kerja.
” Pulang kerja Pak ?” tanya Laki - laki yang duduk disamping saya. ” Iya nih..” jawab saya enteng.
” Bapak darimana? soalnya saya baru lihat Bapak minum kopi diwarung ini ?” selidik saya. Bapak itu menyalakan rokoknya sembari merubah posisi duduknya kini kami saling berhadapan.
” Saya dari seberang ” jawab Bapak itu tanpa mau menjelaskan ” Seberang” itu dimana. ” Oh ya, kenalkan nama saya Kamto” lanjut Bapak itu sambil menjulurkan tangan hendak berjabat.
” Saya Diman” jawab saya sambil menyambut tangannya Pak Kamto, Ceritapun berlanjut mulai dari politik,ekonomi sampai masalah sampahpun kami bicarakan, Hangat dan penuh keakraban.
” Meoong..meoong..ada suara kucing dibawah kursi tempat Pak Kamto duduk,badannya digesek - gesekkan ke kaki Pak Kamto. Saya perhatikan sepertinya kucing itu minta perhatian. Pak Kamto berdiri mengambil sebungkus roti yang ada dihadapannya. Diangkat dan digendongnya kucing itu keluar, dari jauh saya lihat Pak Kamto dengan berjongkok memotong roti itu kecil - kecil, kucing itu dengan lahap memakannya.
Hari - hari selanjutnya kucing - kucing diwarung kopi itu makin lama makin banyak, dan itu bisa dipastikan bahwa disitu pasti ada Pak Kamto. Seperti biasa Pak Kamto dengan telaten memberi makan kucing - kucing itu. Tapi anehnya berapapun banyaknya jumlah kucing disitu mereka tak pernah berkelahi atau berebut makanan. Mungkin mereka tahu makanan untuk mereka dibagi rata.
Pernah suatu hari saya melihat Pak Kamto di pasar sedang menangkap kucing kecil yang sedang mengais sampah, dibopongnya kucing kecil itu kedalam los pasar, saya ikuti terus, didepan penjual ayam potong Pak Kamto berhenti dibelinya sepotong paha ayam segar, dengan meminjam pisau sipenjual ayam,paha ayam itu dipotongnya kecil - kecil dan diberikannya kepada kucing yang dia bopong tadi. Ah..sungguh mulia hatimu Pak Kamto.
Lama saya tidak berjumpa dengan Pak Kamto,setiap kali saya minum kopi diwarung saya tanyakan keberadaan Pak Kamto namun mereka tak ada yang tahu. Pak Kamto hilang bak ditelan bumi.
Siang itu takkala saya berdua dengan teman saya hendak menuju lokasi kerja, mobil kami dihentikan warga. kamipun berhenti, lewatlah iring - iringan orang mengantar jenazah. Sayapun bertanya kepada warga yang ikut mengantar ” Siapa yang meninggal Pak?’ ” Pak Kamto” jawab warga itu sambil berlalu. Akhirnya kuputuskan untuk ikut kepemakaman. Inilah terakhir saya bertemu Pak Kamto bathin saya.
Di pemakaman usai jenazah dikubur Pak Kiyai mulai membaca do’a. meoong..meoong saya menoleh kebelakang Astafirullah Al Adziim…entah darimana datangnya ada kira - kira seratusan kucing, besar kecil, ada yang warnanya hitam, kuning, putih pokoknya ramai sekali. Semua yang hadir dipemakaman itu terkesima ! Prosesi pemakaman selesai kamipun pulang dengan penuh tanda tanya dikepala. Hingga saat ini kejadian itu masih misteri, sama misterinya dengan kehidupan Pak Kamto. Selamat Jalan Pak Kamto….
Kamis, 29 April 2010
Bisa saja dr.Poch di Sumbawa itu adalah HITLER!
Sesaat ketika membaca judul postingan ini, saya yakin banyak diantara kita yang akan bertanya atau paling tidak meragukannya, “Adolf Hitler, si pemimpin NAZI yang sangat kejam, bengis dan penyebab utama Perang Dunia II itu ?”. Ketika saya membaca pertama kali artikel ini, saya juga melakukan hal yang sama seperti Anda : tersenyum sinis sambil berpikir artikel fiktif apalagi ini.. Tapi ketika saya teruskan membacanya, saya menemukan suatu pola pikir yang berubah yang memberikan suatu jawaban tersendiri untuk pertanyaan di atas. Semoga tulisan ini juga dapat membantu merubah pola pikir kita semua. Selamat membaca.
jika saja ada yang rajin menyimpan klipingan artikel harian “Pikiran Rakyat” sekitar tahun 1983, tentu akan menemukan tulisan dokter Sosrohusodo mengenai pengalamannya bertemu dengan seorang dokter tua asal Jerman bernama Poch di pulau Sumbawa Besar pada tahun 1960. Dokter tua itu kebetulan memimpin sebuah rumah sakit besar di pulau tersebut.
Beberapa “bukti” diajukannya, antara lain dokter Jerman tersebut cara berjalannya sudah tidak normal lagi, kaki kirinya diseret. Tangan kirinya selalu gemetar. Kumisnya dipotong persis seperti gaya aktor Charlie Chaplin, dengan kepala plontos. Kondisi itu memang menjadi ciri khas Hitler pada masa tuanya, seperti dapat dilihat sendiri pada buku-buku yang menceritakan tentang biografi Adolf Hitler (terutama saat-saat terakhir kejayaannya), atau pengakuan Sturmbannführer Heinz Linge, bekas salah seorang pembantu dekat sang Führer. Dan masih banyak “bukti” lain yang dikemukakan oleh dokter Sosro untuk mendukung dugaannya.
Keyakinan Sosro yang dibangunnya dari sejak tahun 1990-an itu hingga kini tetap tidak berubah. Bahkan ia merasa semakin kuat setelah mendapatkan bukti lain yang mendukung ‘penemuannya’. “Semakin saya ditentang, akan semakin keras saya bekerja untuk menemukan bukti-bukti lain,” kata lelaki yang lahir pada tahun 1929 di Gundih, Jawa Tengah ini ketika ditemui di kediamannya di Bandung.
Andai saja benar dr. Poch dan istrinya adalah Hitler yang tengah melakukan pelarian bersama Eva Braun, maka ketika Sosro berbincang dengannya, pemimpin Nazi itu sudah berusia 71 tahun, sebab sejarah mencatat bahwa Adolf Hitler dilahirkan tanggal 20 April 1889. “Dokter Poch itu amat misterius. Ia tidak memiliki ijazah kedokteran secuilpun, dan sepertinya tidak menguasai masalah medis,” kata Sosro, lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang sempat bertugas di pulau Sumbawa Besar ketika masih menjadi petugas kapal rumah sakit Hope.
Meskipun begitu, ia menyimpan beberapa catatan mengenai sejumlah “kunci” yang ternyata banyak membantu. Perhatiannya terhadap literatur tentang Hitler pun menjadi kian besar, dan setiap melihat potret tokoh tersebut, semakin yakin Sosro bahwa dialah orang tua itu, orang tua yang sama yang bertemu dengannya di sebuah pulau kecil d Indonesia!
Ketidaksengajaan itu terjadi pada tahun 1960, berarti sudah dua puluh tahun lebih ia meninggalkan pulau Sumbawa Besar.
Suatu saat, seorang keponakannya membawa majalah Zaman edisi no.15 tahun 1980. Di majalah itu terdapat artikel yang ditulis oleh Heinz Linge, bekas pembantu dekat Hitler, yang berjudul “Kisah Nyata Dari Hari-Hari Terakhir Seorang Diktator”, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Try Budi Satria.
Pada halaman 59, Linge mula-mula menceritakan mengenai bunuh diri Hitler dan Eva Braun, serta cara-cara membakar diri yang kurang masuk di akal. Kemudian Linge membeberkan keadaan Hitler pada waktu itu.
“Beberapa alinea dalam tulisan itu membuat jantung saya berdetak keras, seperti menyadarkan saya kembali. Sebab di situ ada ciri-ciri Hitler yang juga saya temukan pada diri si dokter tua Jerman. Apalagi setelah saya membaca buku biografi ‘Hitler’. Semuanya ada kesamaan,” ungkap ayah empat anak ini.
Heinz Linge menulis, “beberapa orang di Jerman mengetahui bahwa Führer sejak saat itu kalau berjalan maka dia menyeret kakinya, yaitu kaki kiri. Penglihatannya pun sudah mulai kurang terang serta rambutnya hampir sama sekali tidak tumbuh… kemudian, ketika perang semakin menghebat dan Jerman mulai terdesak, Hitler menderita kejang urat.”
Linge melanjutkan, “di samping itu, tangan kirinya pun mulai gemetar pada waktu kira-kira pertempuran di Stalingrad (1942-1943) yang tidak membawa keberuntungan bagi bangsa Jerman, dan ia mendapat kesukaran untuk mengatasi tangannya yang gemetar itu.” Pada akhir artikel, Linge menulis, “tetapi aku bersyukur bahwa mayat dan kuburan Hitler tidak pernah ditemukan.”
Lalu Sosro mengenang kembali beberapa dialog dia dengan “Hitler”, saat Sosro berkunjung ke rumah dr. Poch. Saat ditanya tentang pemerintahan Hitler, kata Sosro, dokter tua itu memujinya. Demikian pula dia menganggap bahwa tidak ada apa-apa di kamp Auschwitz, tempat ‘pembantaian’ orang-orang Yahudi yang terkenal karena banyak film propaganda Amerika yang menyebutkannya.
“Ketika saya tanya tentang kematian Hitler, dia menjawab bahwa dia tidak tahu sebab pada waktu itu seluruh kota Berlin dalam keadaan kacau balau, dan setiap orang berusaha untuk lari menyelamatkan diri masing-masing,” tutur Sosrohusodo.
Yang membuat Sosro terkejut, dugaannya bahwa sang dokter mungkin terkena trauma psikis ternyata diiyakan oleh dr. Poch! Ketika disusul dengan pertanyaan sejak kapan penyakit itu bersarang, Poch malah bertanya kepada istrinya dalam bahasa Jerman.
“Itu kan terjadi sewaktu tentara Jerman kalah perang di Moskow. Ketika itu Goebbels memberi tahu kamu, dan kamu memukul-mukul meja,” ucap istrinya seperti ditirukan oleh Sosro. Apakah yang dimaksud dengan Goebbels adalah Joseph Goebbels, Menteri Propaganda Jerman yang terkenal setia dan dekat dengan Hitler? Istrinya juga beberapa kali memanggil dr. Poch dengan sebutan “Dolf”, yang mungkin merupakan kependekan dari Adolf!
Setelah memperoleh cemoohan sana-sini sehubungan dengan artikelnya, tekad Sosrohusodo untuk menuntaskan masalah ini semakin menggebu. Ia mengaku bahwa kemudian memperoleh informasi dari pulau Sumbawa Besar bahwa Poch sudah meninggal di Surabaya. Beberapa waktu sebelum meninggal, istrinya pulang ke Jerman. Poch sendiri konon menikah lagi dengan nyonya S, wanita Sunda asal Bandung, karyawan di kantor pemerintahan di pulau Sumbawa Besar!
Untuk menemukan alamat nyonya S yang sudah kembali lagi ke Bandung, Sosro mengakui bukanlah hal yang mudah. Namun akhirnya ada juga orang yang memberitahu. Ternyata, ia tinggal di kawasan Babakan Ciamis! Semula nyonya S tidak begitu terbuka tentang persoalan ini. Namun karena terus dibujuk, sedikit demi sedikit mau juga nyonya S berterus terang.
Begitu juga dengan dokumen-dokumen tertulis peninggalan suaminya kemudian diserahkan kepada Sosrohusodo, termasuk foto saat pernikahan mereka, plus rebewes (SIM) milik dr. Poch yang ada cap jempolnya. Dari nyonya S diketahui bahwa dr. Poch meninggal tanggal 15 Januari 1970 pukul 19.30 pada usia 81 tahun di Rumah Sakit Karang Menjangan Surabaya akibat serangan jantung. Keesokan harinya dia dimakamkan di desa Ngagel.
Dalam salah satu dokumen tertulis, diakuinya bahwa ada yang amat menarik dan mendukung keyakinannya selama ini. Pada buku catatan ukuran saku yang sudah lusuh itu, terdapat alamat ratusan orang-orang asing yang tinggal di berbagai negara di dunia, juga coretan-coretan yang sulit dibaca. Di bagian lainnya, terdapat tulisan steno. Semuanya berbahasa Jerman. Meskipun tidak ada nama yang menunjukkan kepemilikan, tapi diyakini kalau buku itu milik suami nyonya S.
Di sampul dalam terdapat kode J.R. KepaD no.35637 dan 35638, dengan masing-masing nomor itu ditandai dengan lambang biologis laki-laki dan wanita. “Jadi kemungkinan besar, buku itu milik kedua orang tersebut, yang saya yakini sebagai Hitler dan Eva Braun,” tegasnya dengan suara yang agak parau.
Negara yang tertulis pada alamat ratusan orang itu antara lain Pakistan, Tibet, Argentina, Afrika Selatan, dan Italia. Salah satu halamannya ada tulisan yang kalau diterjemahkan berarti : Organisasi Pelarian. Tuan Oppenheim pengganti nyonya Krüger. Roma, Jl. Sardegna 79a/1. Ongkos-ongkos untuk perjalanan ke Amerika Selatan (Argentina).
Lalu, ada pula satu nama dalam buku saku tersebut yang sering disebut-sebut dalam sejarah pelarian orang-orang Nazi, yaitu Prof. Dr. Draganowitch, atau ditulis pula Draganovic. Di bawah nama Draganovic tertulis Delegation Argentina da imigration Europa – Genua val albaro 38. secara terpisah di bawahnya lagi tertera tulisan Vatikan. Di halaman lain disebutkan, Draganovic Kroasia, Roma via Tomacelli 132.
Majalah Intisari terbitan bulan Oktober 1983, ketika membahas Klaus Barbie alias Klaus Altmann bekas polisi rahasia Jerman zaman Nazi, menyebutkan alamat tentang Val Albaro. Disebutkan pula bahwa Draganovic memang memiliki hubungan dekat dengan Vatikan Roma. Profesor inilah yang membantu pelarian Klaus Barbie dari Jerman ke Argentina. Pada tahun 1983 Klaus diekstradisi dari Bolivia ke Prancis, negara yang menjatuhkan hukuman mati terhadapnya pada tahun 1947.
“Masih banyak alamat dalam buku ini, yang belum seluruhnya saya ketahui relevansinya dengan gerakan Nazi. Saya juga sangat berhati-hati tentang hal ini, sebab menyangkut negara-negara lain. Saya masih harus bekerja keras menemukan semuanya. Saya yakin kalau nama-nama yang tertera dalam buku kecil ini adalah para pelarian Nazi!” tandasnya.
Mengenai tulisan steno, diakuinya kalau ia menghadapi kesulitan dalam menterjemahkannya ke dalam bahasa atau tulisan biasa. Ketika meminta bantuan ke penerbit buku steno di Jerman, diperoleh jawaban bahwa steno yang dilampirkan dalam surat itu adalah steno Jerman “kuno” sistem Gabelsberger dan sudah lebih dari 60 tahun tidak digunakan lagi sehingga sulit untuk diterjemahkan.
Tetapi penerbit berjanji akan mencarikan orang yang ahli pada steno Gabelsberger. Beberapa waktu lamanya, datang jawaban dari Jerman dengan terjemahan steno ke dalam bahasa Jerman. Sosrohusodo menterjemahkannya kembali ke dalam bahasa Indonesia. Judul catatan dalam bentuk steno itu, kurang lebih berarti “keterangan singkat tentang pengejaran perorangan oleh Sekutu dan penguasa setempat pada tahun 1946 di Salzburg”. Kota ini terdapat di Austria.
Di dalamnya berkisah tentang “kami berdua, istri saya dan saya pada tahun 1945 di Salzburg”. Tidak disebutkan siapakah ‘kami berdua’ di situ. Dua insan tersebut, kata catatan itu, dikejar-kejar antara lain oleh CIC (dinas rahasia Amerika Serikat). Pada pokoknya, menggambarkan penderitaan sepasang manusia yang dikejar-kejar oleh pihak keamanan.
Di dalamnya juga terdapat singkatan-singkatan yang ditulis oleh huruf besar, yang kalau diurut akan menunjukkan rute pelarian keduanya, yaitu B, S, G, J, B, S, R. “Cara menyingkat seperti ini merupakan kebiasaan Hitler dalam membuat catatan, seperti yang pernah saya baca dalam literatur yang lainnya,” Sosrohusodo memberikan alasan.
Dari singkatan-singkatan itu, lalu Sosro mencoba untuk mengartikannya, yang kemudian dikaitkan dengan rute pelarian. Pelarian dimulai dari B yang berarti Berlin, lalu S (Salzburg), G (Graz), J (Jugoslavia), B (Beograd), S (Sarajevo) dan R (Roma). Tentang Roma, Sosro menjelaskan bahwa itu adalah kota terakhir di Eropa yang menjadi tempat pelariannya. Setelah itu mereka keluar dari benua tersebut menuju ke suatu tempat, yang tidak lain tidak bukan adalah pulau Sumbawa Besar di Nusantara tercinta!
Ia mengutip salah satu tulisan dalam steno tadi : “Pada hari pertama di bulan Desember, kami harus pergi ke R untuk menerima suatu surat paspor, dan kemudian kami berhasil meninggalkan Eropa”. Ini, kata Sosro, sesuai dengan data pada paspor dr. Poch yang menyebutkan bahwa paspor bernomor 2624/51 diberikan di Rom (tanpa huruf akhir A)”. Di buku catatan berisi ratusan alamat itu, nama Dragonic dikaitkan dengan Roma, begitulah Sosro memberikan alasan lainnya.
Lalu mengenai Berlin dan Salzburg, diterangkannya dengan mengutip majalah Zaman edisi 14 Mei 1984. Dikatakan bahwa sejarah telah mencatat peristiwa jatuhnya pesawat yang membawa surat-surat rahasia Hitler yang jatuh di sekitar Jerman Timur pada tahun 1945. “Ini juga menunjukkan rute pelarian mereka,” katanya lagi.
Lalu bagaimana komentar nyonya S yang disebut-sebut Sosro sebagai istri kedua dr. Poch? Konon ia pernah berterus terang kepada Sosro. Suatu hari suaminya mencukur kumis mirip kumis Hitler, kemudian nyonya S mempertanyakannya, yang kemudian diiyakan bahwa dirinya adalah Hitler. “Tapi jangan bilang sama siapa-siapa,” begitu Sosro mengutip ucapan nyonya S.
Membaca dan menyimak ulasan dr. Sosrohusodo, sekilas seperti ada saling kait mengkait antara satu dengan yang lainnya. Namun masih banyak pertanyaan yang harus diajukan kepada Sosro, dengan tidak bermaksud meremehkan pendapat pribadinya berkaitan dengan Hitler, sebab mengemukakan pendapat adalah hak setiap warga negara.
Bahkan Sosrohusodo sudah membuat semacam diktat yang memaparkan pendapatnya tentang Hitler, dilengkapi dengan sejumlah foto yang didapatnya dari nyonya S. Selain itu, isinya juga mengisahkan tentang pengalaman sejak dia lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia hingga bertugas di Bima, Kupang, dan Sumbawa Besar. Ia juga telah mengajukan hasil karyanya ke berbagai pihak, namun belum ada tanggapan. “Padahal tidak ada maksud apa-apa di balik kerja saya ini, hanya ingin menunjukkan bahwa Hitler mati di Indonesia,” katanya mantap.
Bukan hanya Sosro yang mempunyai teori tentang pelarian Hitler dari Jerman ke tempat lain, tapi beberapa orang di dunia ini pernah mengungkapkannya dalam media massa. Peluang untuk berteori seperti itu memang ada, sebab ketika pemimpin Nazi tersebut diduga mati bersama Eva Braun tahun 1945, tidak ditemukan bukti utama berupa jenazah!
Adalah tugas para pakar dalam bidang ini untuk mencoba mengungkap segala sesuatunya, termasuk keabsahan dokumen yang dimiliki oleh Sosrohusodo, nyonya S, atau makam di Ngagel yang disebut sebagai tempat bersemayamnya dr. Poch.
Mungkin para ahli forensik dapat menjelaskannya lewat penelitian terhadap tulang-tulang jenazahnya. Semua itu tentu berpulang pada kemauan baik semua pihak…
Oleh : Alif Rafik Khan
indonesiaindonesia.com