Rabu, 21 Januari 2009

Thanks, Kid!

Salah satu dari omelan Ibundaku adalah : Jangan suka jajan di luar! Bekal botol minum banyakin minum air putih.

Selama bertahun-tahun, termasuk saat akhir kuliah seperti ini, nasihat Ibu ku tak terlalu berbekas untukku. Hanya dalam level meng-iya-kan tuk kemudian dikasih alasan sedikit-sedikit sebagai pembelaan diri.

Aku : Namanya juga kerja sambil kuliah, bu. Kalo laper ya kepaksa jajan diluar.
***

Pada suatu hari. Disaat aku sedang menjalankan tugasku sebagai seorang guru. Perkataan "tak membekas" Ibu akhirnya terngiang-ngiang dan menggedor-gedor perasaanku.

Siang itu. Seperti biasa. Murid-murid SD tempat aku mengajar berhamburan ketika bel dibunyikan. Para penjual jajanan sumringah menyambut mereka. Berharap setiap keping dan lembar rupiah anak-anak kecil itu berpindah ke kaleng uang mereka.

Aku menyaksikan anak-anak. Mengasyikkan. Sore yang panas, anak-anak asyik mengerubungi es dingin plus cemilan-cemilan yang entah aku tak tahu namanya apa. Semuanya dalam bentukan tusukan sate. Semua anak beramai-ramai menikmati jajanan mereka. Mengeluarkan serupiah demi rupiah uang mereka yang berwarna-warni.

Tapi di sisi lain. AKu mengecek ke beberapa kelas. Ada beberapa anak yang tetap stay di kelas. Tidak beranjak dari tempat duduk mereka.

"Kenapa ngga keluar?" tanyaku.

Anak-anak ini hanya menggeleng malu-malu. Aku mengernyit. Dia berpura-pura menulis-nulis di buku tulisnya yang kulihat agak kumal.

Owh. Aku mengerti. Aku tersenyum dalam pahit. Mereka mengurung diri di kelas bukan karena tak ingin ikut bermain di luar. Namun lebih pada tak bisa ikut menikmati jajanan sebagaimana anak-anak yang lain. Mereka adalah anak-anak dalam levelitas ekonomi miskin yang tak dibekali uang jajan oleh orang tua mereka.

Aku menelan ludah.

Di hari yang lain, di pagi hari.

Aku menyusuri kompleks rumahku menuju sekolah. Dengan mengendarai belalang tempur jupi-ku tentu saja. Tak lama di perjalanan, aku berpapasan dengan salah seorang muridku yang sekolah siang (dia kelas 3, dan sekolah siang dimulai pukul 13.00-16.30). Kulihat dia sedang menemani adiknya yang duduk di kelas 1 pulang ke rumah.


Aku terenyuh. Kedua bocah mungil berumur 8 dan 6 tahun itu berjalan beriringan dengan langkah kaki kecil mereka. Sempat, mereka menyapaku dengan bola mata "bahagia". "Miss Mimi!!" sapa si abang begitu motorku melewati mereka. Kebetulan aku guru bahasa inggris di kelasnya.

"Yaa, haloo..." jawabku sambil tersenyum dari balik kaca helm.

Melewati mereka, aku melirik dari kaca spion. Tampak dua anak kecil itu berjalan pulang sambil tetap menoleh ke belakang, ke arahku. Seolah-olah mereka baru saja menyaksikan seorang super hero lewat, terbang melintasi mereka (*Hatchuiy).

Duh..entah mengapa aku terenyuh lagi. Sang Abang menggandeng tangan sang adik yang baju merah putihnya kedodoran. Aku takjub dengan pemandangan sekilasku itu.

Aku melihat diriku. Diriku yang sedang menaiki sebuah motor yang bebas membawaku kemana saja. Sedangkan dua bocah tadi......Dengan jarak rumah yang jauh, mereka menempuhnya dengan berjalan kaki. Sementara aku kadang menolak kalau ibu menyuruh ku menyusuri komplek dengan berjalan kaki untuk mengajar di sekolah..."Cape buu.." rajukku.


***

Sekarang, aku baru mengerti dengan segenap hati. Bahwa tak semuanya bisa menikmati yang aku miliki. Murid-muridku membuatku malu. Tak pantasnya rasanya, aku sebagai guru mereka. Asyik nangkring bersama sobat-sobatku di tempat jajajanan, sementara teringat mereka yang untuk membeli es dingin sekalipun tak bisa.

Huhuhu..kasian anak-anakku. Maafin ya nak. Kalian mengajari Ibu sebuah pelajaran berharga...

Thanks, Kid!

2 komentar:

Anonim mengatakan...

ayo di tunggu realisasinya :)

B!nT@nG mengatakan...

Duh...makanya kak, ingat-inga pesen mama...thax ingetin juga.."Jangan suka jajan di luar",..!!!

(*)