Cerita ini terjadi 3 tahun silam, dimana saya harus menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana akrabnya Interaksi sosial antara manusia dengan Hewan.
Pak Kamto adalah seorang pengelana, usianya kira - kira 40 tahun saat itu perawakannya kekar dan selalu berpakaian rapi. Saya mengenal Pak Kamto secara tak sengaja, sore itu seperti biasa saya mampir kewarung kopi langganan saya usai jam kerja.
” Kopinya Mbakyu, biasa” pinta saya sambil mencari posisi duduk yang nyaman, saya memperhatikan keadaan sekeliling, Ada dua pengunjung lain yang juga lagi minum kopi. Semilir angin sore itu menambah nikmatnya “coffee time” istilah yang sering kami pakai ditempat kerja.
” Pulang kerja Pak ?” tanya Laki - laki yang duduk disamping saya. ” Iya nih..” jawab saya enteng.
” Bapak darimana? soalnya saya baru lihat Bapak minum kopi diwarung ini ?” selidik saya. Bapak itu menyalakan rokoknya sembari merubah posisi duduknya kini kami saling berhadapan.
” Saya dari seberang ” jawab Bapak itu tanpa mau menjelaskan ” Seberang” itu dimana. ” Oh ya, kenalkan nama saya Kamto” lanjut Bapak itu sambil menjulurkan tangan hendak berjabat.
” Saya Diman” jawab saya sambil menyambut tangannya Pak Kamto, Ceritapun berlanjut mulai dari politik,ekonomi sampai masalah sampahpun kami bicarakan, Hangat dan penuh keakraban.
” Meoong..meoong..ada suara kucing dibawah kursi tempat Pak Kamto duduk,badannya digesek - gesekkan ke kaki Pak Kamto. Saya perhatikan sepertinya kucing itu minta perhatian. Pak Kamto berdiri mengambil sebungkus roti yang ada dihadapannya. Diangkat dan digendongnya kucing itu keluar, dari jauh saya lihat Pak Kamto dengan berjongkok memotong roti itu kecil - kecil, kucing itu dengan lahap memakannya.
Hari - hari selanjutnya kucing - kucing diwarung kopi itu makin lama makin banyak, dan itu bisa dipastikan bahwa disitu pasti ada Pak Kamto. Seperti biasa Pak Kamto dengan telaten memberi makan kucing - kucing itu. Tapi anehnya berapapun banyaknya jumlah kucing disitu mereka tak pernah berkelahi atau berebut makanan. Mungkin mereka tahu makanan untuk mereka dibagi rata.
Pernah suatu hari saya melihat Pak Kamto di pasar sedang menangkap kucing kecil yang sedang mengais sampah, dibopongnya kucing kecil itu kedalam los pasar, saya ikuti terus, didepan penjual ayam potong Pak Kamto berhenti dibelinya sepotong paha ayam segar, dengan meminjam pisau sipenjual ayam,paha ayam itu dipotongnya kecil - kecil dan diberikannya kepada kucing yang dia bopong tadi. Ah..sungguh mulia hatimu Pak Kamto.
Lama saya tidak berjumpa dengan Pak Kamto,setiap kali saya minum kopi diwarung saya tanyakan keberadaan Pak Kamto namun mereka tak ada yang tahu. Pak Kamto hilang bak ditelan bumi.
Siang itu takkala saya berdua dengan teman saya hendak menuju lokasi kerja, mobil kami dihentikan warga. kamipun berhenti, lewatlah iring - iringan orang mengantar jenazah. Sayapun bertanya kepada warga yang ikut mengantar ” Siapa yang meninggal Pak?’ ” Pak Kamto” jawab warga itu sambil berlalu. Akhirnya kuputuskan untuk ikut kepemakaman. Inilah terakhir saya bertemu Pak Kamto bathin saya.
Di pemakaman usai jenazah dikubur Pak Kiyai mulai membaca do’a. meoong..meoong saya menoleh kebelakang Astafirullah Al Adziim…entah darimana datangnya ada kira - kira seratusan kucing, besar kecil, ada yang warnanya hitam, kuning, putih pokoknya ramai sekali. Semua yang hadir dipemakaman itu terkesima ! Prosesi pemakaman selesai kamipun pulang dengan penuh tanda tanya dikepala. Hingga saat ini kejadian itu masih misteri, sama misterinya dengan kehidupan Pak Kamto. Selamat Jalan Pak Kamto….